Scroll untuk membaca artikel
Rabu, 01 Februari 2023 | 17:29 WIB

Fakta Perjuangan Shinta Ratri, Pendiri Pesantren Waria Al-Fatah yang telah Berpulang

Wawan Kurniawan
Fakta Perjuangan Shinta Ratri, Pendiri Pesantren Waria Al-Fatah yang telah Berpulang
Pemimpin Pondok Pesantren Waria Al Fatah, Shinta Ratri tutup usia. (Twitter)

Pemimpin Pondok Pesantren Waria Al Fatah, Shinta Ratri dikabarkan meninggal dunia hari ini, Rabu (01/02/2023) dalam usia 61 tahun. Rekan aktivis waria, Amar Alfikar membagikan kabar tersebut melalui akun Twitter pribadinya.


“Shinta Ratri, aktivis HAM, perintis waria Muslim di Indonesia dan kepala sekolah waria di Yogyakarta, meninggal dunia hari ini,” tulis Amar, dikutip suara.com pada Rabu (2/1/2023).


Amar tidak menyebutkan penyebab meninggalnya aktivis Waria Indonesia tersebut. Amar berdoa agar Tuhan memberkati kematian Shinta.


"Semoga jiwanya diberkati dan perjuangannya dilanjutkan oleh orang lain," pungkasnya.

Baca Juga:Taruhan Alphard Saat Prediksi Anies Bakal Gagal Nyapres, Geisz Chalifah: Analisa Politik Hasan Nasbi Tidak Kapabel


Shinta Ratri dikenal sebagai aktivis waria atau trans perempuan yang aktif mengkampanyekan hak-hak orang yang menjalani operasi ganti kelamin seperti dia.


Membangun Pondok Pesantren Al-Fatih di Yogyakarta merupakan salah satu bukti perjuangan Shinta untuk para waria agar tetap bisa beribadah dan menimba ilmu agama.


Adapun beberapa fakta tentang Shinta Ratri dan pesantren Waria Al-Fatah yang didirikannya adalaah sebagai berikut:

Aktivitas kegiatan di pesantren Al-Fatah [dok. Kikc Andy/Metro Tv]
Aktivitas kegiatan di pesantren Al-Fatah (sumber: dok. Kikc Andy/Metro Tv)

1. Dihuni puluhan santri waria


Ponpes yang dibangun pada tahun 2014 ini sudah memiliki lebih dari 40 santri yang sebagian besar adalah waria. Mereka berusaha keras untuk menyesuaikan diri dengan masyarakat, termasuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan agama.

Baca Juga:Band GIGI Siap Tur 5 Kota, Panggung Konser Dibikin 360 Derajat

Kegiatan keagamaan umumnya berlangsung pada hari Minggu dan Senin. Hari Minggu untuk belajar Al-Quran sedangkan hari Senin untuk waria yang masih dalam tahap membaca iqro. Namun, kegiatan ini sempat terhambat di awal pandemi Covid-19.


"Tak dipungkiri memang kami masih banyak belajar. Aktivitas sebelum ada wabah, tiap Minggu dan Senin tempt ini selalu ramai dengan pembelajaran agama. Sekarang kativitasnya dilakukan secara daring,” ujar Shinta dalam pertemuan Juni 2020 lalu.


2. Alasan Pembangunan Pondok Pesantren Waria


Pembangunan Pondok Pesantren Al-Fatah untuk Waria juga pernah menimbulkan kontroversi. Namun demikian, Shinta tetap teguh pada niatnya.


Shinta mengatakan bahwa manusia tidak dapat memilih jenis kelaminnya saat lahir. Menurutnya, sebagian besar waria terlahir sebagai laki-laki tetapi secara alami adalah perempuan.


Kondisi ini membuat sebagian orang atau keluarganya tidak bisa menerima keadaannya, sehingga waria memilih untuk meninggalkan lingkungannya.

“Konflik ini yang berbahaya, dia kehilangan banyak hal, termasuk budi pekerti mungkin, dan terutaa kehilangan agama. Maka dari itu, saya membangun ponpes ini agar mereka tetap pada jalur agama yang mereka anut,”  ungkap Shinta.

Ketua Ponpes Al-Fatah, Shinta Ratri [suara.com/Wita Ayodhyaputri] [suara.com/Wita Ayodhyaputri]
Ketua Ponpes Al-Fatah, Shinta Ratri [suara.com/Wita Ayodhyaputri] (sumber: suara.com/Wita Ayodhyaputri)

3. Mengutamakan Akhlak

Stigma menjadi waria melekat pada setiap siswa dan tidak banyak orang yang dapat memahami keadaan mereka meskipun dipandang negatif oleh masyarakat.

Oleh karena itu, Shinta sangat mementingkan mengajarkan akhlak kepada para santrinya agar mereka tetap berperilaku baik terhadap masyarakat sekitar.

"Kami terus mendorong mereka untuk berakhlak dan berbaur dengan warga lainnya. Hal itu pasti sulit. Namun ketika barlaku baik dilingkungan tempat kita hidup, banyak hal yang dapat menerima kita apa adanya," terang Shinta Ratri.


Pelajaran agama yang dibahas mulai dari Fiqh hingga Bulughal Maram yang dipimpin oleh enam ustadz. Bahkan ada pelajaran dari agama lain untuk waria non-Islam.


4. Menampung Santri Non-Muslim


Waria yang memeluk keyakinan Kristen-Katolik juga dapat menerima bimbingan agama. Sejak tahun 2019, Pesantren Al-Fatah bekerjasama dengan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) untuk menjadi tenaga pengajar. Hingga tahun 2020, terdapat 4 orang waria yang berkeyakinan Non Muslim di Pesantren tersebut.


5. Punya Harapan Soal Stigma terhadap Waria bisa Berubah

Berbaur dengan masyarakat adalah hal utama yang diajarkan di pesantren Al-Fatah. Sebelum ada pandemi Covid-19, warga sekitar kerap diajak belajar bersama para waria setiap Sabtu sore. Mereka belajar bersama mulai dari bahasa inggris, cara merias hingga memasak.

Shinta Ratri pun mengakui, untuk merubah cara pandang masyarakat memang dirasa sulit. Ditambah lagi dengan budaya yang dianut di Indonesia saat ini. Meskipun begitu, ia berharap kepada para santrinya agar memiliki keyakinan yang kuat terhadap agama. Supaya bisa menjaga diri dan memahami segala hal baik dan buruk bagi diri mereka sendiri.

Berita Terkait

Tag

terpopuler

Lifestyle

Terkini

Loading...
Load More
Ikuti Kami

Dapatkan informasi terkini dan terbaru yang dikirimkan langsung ke Inbox anda