Sejak tahun 1951, Kota Tangerang telah memiliki rumah sakit yang fokus melayani orang-orang yang menderita penyakit kusta. Rumah Sakit yang diberi nama Pusat Rehabilitasi Sitanala itu diresmikan oleh ibu wakil presiden RI pertama yakni ibu Rahmi Hatta.
Nama Sitanala sendiri diambil dari nama seorang dokter yang memang secara khusus mendedikasikan dirinya menangani para penderita kusta di Indonesia. Ia adalah Dr. J.B. Sitanala.
Sejak awal berdirinya, keberadaan rumah sakit Sitanala itu sangat membantu dalam merawat orang-orang yang menderita kusta. Bahkan, kemudian kawasan sekitar rumah sakit tersebut diberi nama Kampung Kusta.
Mengutip situs dari Kementerian Kesehatan RI, Kusta adalah sejenis penyakit yang disebabkan oleh bakteri atau kuman kusta bernama ‘Mycrobacterium Leprae’ yang menyerang kulit, saraf tepi dan jaringan organ tubuh lainnya.
Kusta juga disebut sebagai penyakit menular dan menahun dengan masa inkubasi 5-10 tahun yang dapat disembuhkan dengan pengobatan rutin dan intensif.
Organisasi atau Badan Kesehatan Dunia (WHO) secara resmi menetapkan Hari Kusta Sedunia diperingati pada setiap hari Minggu pada pekan terakhir di bulan Januari. Untuk tahun 2023 ini, hari Kusta Sedunia atau ‘World Leprosy Day’ jatuh pada tanggal 29 Januari 2023.
Tujuan diperingatinya adalah untuk meningkatkan dan menciptakan kesadaran kepada masyarakat dunia terkait pengetahuan tentang penyakit kusta.
Kampung Kusta terletak di desa Karangsari, Kecamatan Neglasari, Kota Tangerang, Provinsi Banten. Lokasi tak jauh dari Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tangerang.
Keberadaan Kampung Kusta sendiri sangat membantu bagi para penyintas kusta yang telah terstigma oleh masyarakat umum seperti tidak bisa melanjutkan pendidikan, sulit mendapat pekerjaan, dikucilkan dari lingkungan, ditolak di fasilitas umum, diceraikan pasangan, bahkan ditolak dari fasilitas pelayanan kesehatan.
Baca Juga:Juarai Indonesia Masters 2023, Leo/Daniel Teruskan Tradisi Juara Ganda Putra di Istora Senayan
Namun dengan mereka memilih hidup dan tinggal di satu wilayah, hal itu juga agar mudah terpantau kesehatannya oleh rumah sakit Sitanala yang saat itu sebagai pusat Rehabilitas Kusta.
Di kampung Kusta Tangerang, mereka hidup berkelompok, kompak, saling membantu dan saling menguatkan antar sesama mereka sebagai penyintas bahkan dengan warga biasa. Karena sudah terstigma negatif, para penyintas kusta merasa telah ‘terusir’ dan ’terasingkan’ dari kampung asal mereka meskipun sudah dinyatakan sembuh. Namun kondisi fisik mereka memang terlihat berbeda dari orang-orang normal kebanyakan.
Ibu Aisyah (66) menceritakan dulu bagaimana ia dan teman-temannya sesama penyintas mendapat pandangan negatif dari masyarakat yang melihat kondisi fisiknya. Dijauhi orang, bahkan tidak mendapat pekerjaan layaknya orang-orang normal umumnya.
“Dulu mah kita disini dijauhin orang, orang-orang pada takut ngeliat kita. Nyari kerjaan aja susah,” ujar ibu Aisyah saat ditemui bersama dengan beberapa teman-temen penyintas kusta lainnya yang sedang bekerja sebagai pengupas bawang, Minggu (29/1/2023).
Ibu Aisyah sekilas memang terlihat seperti orang normal pada umumnya, namun dirinya tak malu menunjukan 2 tangannya yang pernah terkena kusta dibagian jari-jarinya.
“Kita mah nggak ada pengen dapet sakit kayak begini, tapi dikasih cobaannya begini, ya kita terima aja,” kata bu Aisyah.
Tak jauh dari lokasi ibu Aisyah dan teman-temannya berkumpul, suami dari ibu Aisyah, pak Sumanta (73) tampak sedang duduk sendiri di dekat pos ronda. Pak Sumanta juga merupakan seorang penyintas Kusta dibagian tangannya, namun pak Sumanta juga tunanetra.
Saat ini, suasana di Kampung Kusta Tangerang ini sudah jauh lebih kondusif. Masyarakat sudah bisa dan terbiasa hidup berdampingan dan berbaur dengan para penyintas kusta. Stigma negatif dan diskriminasi sudah mereka kubur dalam-dalam dan hanya menjadikannya sebagai bagian dari cerita masa lalu.
Bahkan, para penyintas kusta yang rata-rata berusia diatas 60-an tahun sudah memiliki banyak keturunan dan menikah dengan orang dari luar kampung kusta. Memiliki Ayah atau ibu, kakek atau nenek yang notabenenya adalah penyintas kusta sudah bukan lagi ancaman yang mengerikan bagi generasi penerus mereka.
Sebagai informasi, Kementerian Kesehatan RI telah menargetkan eliminasi kusta pada tahun 2024 mendatang. Hal itu karena menurut data Kemenkes tahun 2022, angka kasus Kusta di Indonesia masih tertinggi ke-3 setalah India dan Brazil. Bahkan data tahun 2021, tercatat ada 7.146 penderita kusta baru di Indonesia, dengan proporsi anak sebesar 11%.