Rencana Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menaikan tarif cukai hasil tembakau pada 2023 mendatang, khususnya pada sektor sigaret kretek tangan (SKT) yang padat karya, dinilai sangat memberatkan. Salah satu alasannya adalah kenaikan itu bisa mengancam karir para pekerja.
Pengamat ketenagakerjaan Aloysius Uwiyono dari Universitas Indonesia mengungkapkan, pemerintah perlu mempertimbangkan kelangsungan sektor padat karya sebelum menetapkan kebijakan cukai.
"Sudah tentu pemerintah wajib mempertimbangkan kehidupan para pekerja SKT (Sigaret Kretek Tangan). Apalagi, lebih banyak didominasi kaum wanita dengan pendidikan yang terbatas. Kenaikan tarif cukai SKT niscaya mengakibatkan masalah sosial," ungkap Aloysius di Jakarta, Rabu (5/10/2022).
Kondisi pekerja SKT, istilah Aloysius, memang wajib dijadikan menjadi pertimbangan. Dengan begitu, pemerintah sudah melindungi para pekerja yang bertahan hidup lewat industri padat karya.
Baca Juga:Antisipasi Kondisi Global, Pemerintah Prioritaskan Transisi ke Arah Energi Bersih
![Ilustrasi petani Tembakau Gayo. [ANTARA FOTO/Rahmad/aww]](https://media.suara.com/suara-partners/serang/thumbs/1200x675/2022/10/05/1-tembakau-gayo.jpg)
Anggota Komisi IX DPR Fraksi PDIP Rahmad Handoyo mengungkapkan, rencana kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) dalam SKT wajib mengedepankan asas kehati-hatian.
"Keinginan pemerintah buat mengendalikan konsumsi tembakau bisa dipahami, namun khusus padat karya wajib dilindungi supaya kenaikan tarif cukai tidak mengakibatkan gejolak di kalangan para pekerja SKT dan petani, lantaran hidup mereka juga bergantung dari hasil tembakau" terang Rahmad.
Rahmad mengungkapkan memang perlu keseimbangan dalam pengendalian tembakau. Akan tetapi, pemerintah perlu melihat bahwa keputusan kenaikan tarif CHT, terutama dalam segmen padat karya, akan mengganggu kinerja industri, khususnya buruh tani dan pekerja SKT.
"Aspek kesehatan tak serta-merta jadi alasan utama. Keberadaan petani tembakau dan para pekerja SKT juga aspek lain yang wajib dipertimbangkan. Pemerintah perlu berpikir jernih dan komprehensif sebelum memberikan keputusan," kata dia.
Rahmad juga menambahkan apabila pada akhirnya keputusan kenaikan tarif CHT tidak bisa nol persen, setidaknya jangan mengganggu kelangsungan hidup pekerja pada segmen padat karya.
Baca Juga:Bek Persib Bandung Rachmat Irianto Dilarikan ke Rumah Sakit
"Khusus SKT yang merupakan industri rokok yang diproduksi menggunakan tangan – tangan pekerja IHT. Jika kenaikannya signifikan, tentu ini akan berpengaruh dalam kelangsungan industri tadi lantaran padat karya. Untuk itu, pemerintah perlu menimbang adanya potensi PHK dan lainnya," ungkapnya.
(suara.com)