Pakar: Jangan sampai kebocoran data pemilih ganggu Pemilu 2024

Terkait sanksi terhadap penyelenggara sistem elektronik (PSE), Pratama mengatakan Indonesiabelum punya undang-undang tentang perlindungan data pribadi (UU PDP)

Nebula Defrien
Kamis, 08 September 2022 | 14:03 WIB
Pakar: Jangan sampai kebocoran data pemilih ganggu Pemilu 2024
Pakar keamanan siber Dr. Pratama Persadha. (HO-CISSReC)

Suaraserang.id -  Pakar keamanan siber Pratama Persadha mengingatkan  pemangku kepentingan pemilihan umum (pemilu) bahwa dugaan kebocoran data 105 juta  pemilih seharusnya tidak mempengaruhi pemilihan 2024.

Kamis di Semarang Pritama yang pernah menjadi ketua tim keamanan teknologi informasi (TI) teknologi informasi (TI) KPU pada Pemilu 2014 ini, menggaris bawahi pentingnya mengusut hal tersebut mengingat  situasi politik saat ini, katanya Negara bermasalah dengan jumlah dari data sebanyak 105 juta, padahal jumlah pemilih pada 2019 adalah 192 juta orang, yang berarti ada lebih dari 87 juta  data yang belum ada.

Pratama kemudian berusaha mengkonfirmasi dengan peretas bahwa Bjorka telah mengaitkan kebocoran data 100 juta pemilih, tetapi dirinya  tidak mendapat tanggapan.

Ia memperkirakan masyarakat akan mengalihkan perhatian ke KPU terkait dengan dugaan kebocoran data pemilih. Dalam hal ini, KPU tinggal lakukan pengecekan apakah ada anomaly traffic. "Bila tidak ada, terbuka kemungkinan terjadi insider threat attack (serangan ancaman dari dalam)," kata Ketua Lembaga Riset Siber Indonesia CISSReC itu. 

Baca Juga:Di balik bunyi khas "tudum" Netflix

Terkait sanksi terhadap penyelenggara sistem elektronik (PSE), Pratama mengatakan Indonesia
belum punya undang-undang tentang perlindungan data pribadi (UU PDP), sehingga tidak ada
upaya memaksa dari negara kepada PSE untuk bisa mengamankan data dan sistem yang mereka
kelola dengan maksimal atau dengan standar tertentu.


Akibatnya, banyak terjadi kebocoran data namun tidak ada yang bertanggung jawab, semua
merasa menjadi korban. Padahal, soal ancaman peretasan sudah diketahui luas.

Oleh karena itu, menurut Pratama, seharusnya PSE melakukan pengamanan maksimal, misalnya
dengan menggunakan enkripsi atau penyandian untuk data pribadi masyarakat. Minimal
melakukan pengamanan maksimal demi nama baik lembaga atau perusahaan.

Untuk sementara ini, terkait sanksi kebocoran data, katanya, ialah dengan menerapkan
Permenkominfo Nomor 20 Tahun 2016. Hal itu karena hingga sekarang Pemerintah dan DPR RI
belum mengesahkan Rancangan Undang-Undang PDP menjadi UU.


Adapun sanksi dalam permen tersebut, kata dia, hanya sanksi administrasi diumumkan ke publik,
yang paling tinggi dihentikan operasionalnya sementara.

Baca Juga:Properti di Tangerang dan Bekasi Bertumbuh, LPKR Manfaatkan Momentum

Selain itu, dalam Pasal 100 ayat (2) PP Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggara Sistem
Transaksi Elektronik, terdapat pemberian sanksi administrasi atas beberapa pelanggaran
perlindungan data pribadi yang dapat berupa teguran tertulis, denda administratif, penghentian
sementara, pemutusan akses, dan dikeluarkan dari daftar.

Antara

REKOMENDASI

BERITA TERKAIT

Nasional

Terkini

Tampilkan lebih banyak